Banyak kalangan baik itu pakar ekonomi, budayawan, pakar politik ataupun masyarakat sipil mengasumsikan bahwa akan ada suatu perubahan besar terhadap fisik atupun kondisi masyarakat Madura pasca dioperasikannya jembatan yang menghubungkan antara Surabaya dengan Madura ini.
Pulau Madura memiliki kekayaan alam yang sangat besar, lebih besar dari yang dipikirkan Orang Madura. Pulau yang memiliki luas 4.887 kilometer persegi atau sekitar 10 persen dari total luas Jatim, memiliki sumber alam yang melimpah. emas hitam (minyak bumi), gas, phosphat (bahan baku pupuk) membentang dari pantai utara sampai pantai selatan, dari Pulau Sapeken (Pulau paling timur di Madura) sampai perairan di Barat Kabupaten Bangkalan.
Disamping itu, pulau kecil tersebut kaya sumber daya yang lain. Garam, tembakau, dan perikanan menjadi lahan menyambung hidup bagi masyarakatnya. Dan di sisi lain kerrapen sapeh maupun sapeh sonu’ menjadi simbol tradisi yang tiada-duanya. Masyarakat Madura tergolong pada masyarakat maritim. Tekun dan ulet menjadi karakter umum bagi mayoritas penduduk pulau ini. Selain itu Pulau Madura memiliki kultur agamis yang kuat. Kekuatan kultur tersebut didukung oleh adanya peran kiai dan pesantren yang telah menjamur di tengah-tengah masyarakat. Selain potensi kekayaan alam atau kultur, Madura memiliki potensi agrobisnis berupa pete dan cabai jamu yang pangsa pasarnya sangat luas di dalam negeri maupun untuk ekspor. "Cabai jamu asal Madura ini sudah menembus pasar ekspor India dan Kanada.
Sebagai jembatan yang menghubungkan antara dua pulau, sesungguhnya jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) merupakan jembatan yang kedua di Indonesia setelah jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) yang selesai dibangun pada tahun 1997 yang lalu. Dan menjadikan Batam sebagai pulau pertama yang digagas sebagai Batam Trade Centre. Dengan hadirnya jembatan Suramadu yang mempunyai panjang sekitar 5.4 kilometer ini akan mampu mendongkrak terhadap denyut nadi perekonomian wilayah Madura yang selama ini dikenal sebagai pulau yang tertinggal dan masyrakat yang primitif, terisolasi dari geografis-sosial dan sebagian besar masyarakatnya menyambung hidupnya di luar pulau garam. Pertanyaannya sekarang, Benarkah jembatan suramadu nantinya akan membawa perubahan terhadap masyarakat Madura khususnya dalam dunia perekonomian? Dan apakah jembatan Suramadu akan dijadikan sebagai sarana untuk mengeksploitasi terhadap kekayaan alam yang tidak berpihak pada masyarakat Madura?.
Kita tahu bahwa dalam perjalanan pembangunan jembatan Suramadu sempat menemui kendala dana. Terhambatnya pencairan dana menyebabkan pembangunan approach bridge atau jembatan pendekat sisi Surabaya sepanjang 672 sempat tersendat, dan akhirnya pemprov Jatim menalang 50 persen dari Bank Jatim, hal itu dikarenakan dana yang dari Bank Exim Of China sebesar 68.9 Juta dolar belum cair (Kompas/9/6/09).
Perlu kita ketahui juga, bahwa dalam pembangunan jembatan sepanjang 5.4 kilometer ini telah menghabiskan biaya sebesar 4.5 trilliun. Dalam pembangunan inipun biaya 55 persen telah di sumbangkan dari pemerintah dan 45 persennya di peroleh dari pinjaman negara Cina. Maka dari total pembangunan jembatan Suramadu yang menghabiskan biaya sebesar 4.5 trilliun tersebut, sekitar 2.1 trilliun diantaranya dari pembangunan jembatan harus berutang terhadap negara Tirai Bambu. Tetapi dibalik itu semua, kita juga patut untuk berbangga hati karena proses pembangunan jembatan tersebut telah dilakukan dengan kerja keras dan kerja cerdas oleh putra terbaik negeri ini.
Intinya sekarang, kalau menurut benak penulis harus ada suatu job diskription yang jelas terhadap pengelolaan Suramadu, yang khusus di tekankan pada kesejahteraan masyrakat Madura nantinya. Karena selama ini yang kita tahu bahwa pengelolaan di tanggani oleh pihak jasa marga. Agar tidak ada suatu yang di rugikan, baik itu pemerintah daerah, pemerintah pusat ataupun pihak Cina sebagai peminjam dana dari pembangunan Suramadu, alangkah baiknya Undang-undang yang sekarang lagi diproses secepatnya dapat terselesaikan agar pengelolaan terhadap suramadu tidak carut marut, Artinya bahwa visi dari adanya jembatan Suramadu adalah membangkitkan terhadap perekonomian Madura, bukan untuk melakukan sebuah pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran di Madura.
Apalagi menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan kabupaten di Madura sangat kecil dibanding di daerah lain di Jawa. Secara keseluruhan tidak ada yang mencapai sepuluh persen dari APBD yang dibuat. Tahun 2007, PAD Kabupaten Bangkalan misalnya hanya Rp 26,74 miliar sedangkan APBD-nya Rp 486,44 miliar. Sampang menghasilkan Rp 18,459 miliar dengan APBD Rp 397,53 miliar. Pamekasan memiliki PAD Rp 28 miliar dengan APBD Rp 445,86 miliar. Sedangkan Sumenep mempunyai PAD Rp 31,52 miliar dengan APBD Rp 544,24 miliar.
Semoga dengan adanya pemanfaatan kekayaan alam, flora dan fauna, perikanan, pertanian dan periwisata, ke depan (pasca pengoperasian suramadu) masyarakat Madura dapat bangkit. Dan semoga orang Madura bisa menjadi tuan (majikan) yang baik di daerahnya sendiri. Dengan kekayaan tersebut, orang Madura bisa membangun perekonomiannya sendiri tampa meminimalisir kebudayaan yang sudah ada, serta bisa membangun sarana dan prasarana pendidikan, infrastruktur dengan tetap mempertahankan nilai-nilai agama dan kearifan lokal masyarakat Madura. Semoga......!!!*). Pengelola Forum Studi Ilmu Sosial dan Keagamaan (FOSISKA) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pimred LPM Solidaritas IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Tulisan ini telah di muat di Rubrik Citizen Jurnalize SURABAYA POST pada Hari Kamis tanggal 11 Agustus 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar