Selasa, 08 Februari 2011

MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT KREATIF

Moh. Anis Subaidi*
INDONESIA merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya. Mulai dari hasil laut, pertanian hingga hasil tangan kreatif generasi muda menyebarluas di penjuru nusantara. Generasi muda sebagai ujuk tombak penerus tongkat estafet pemerintahan harus mampu menciptakan lapangan kerja baru, dan disisi lain memiliki daya kreatifitas yang baik, sehingga generasi muda mampu berteriak di tengah arus globalisasi yang kian hari mendorong kita untuk lebih maju.

Generasi muda yang baik, baik secara moral, etika dan akhlak akan berdampak positif terhadap kemajuan negara dan pemerintahan kedepan. Arus global telah membawa kita ke tengah perjuangan yang mau tidak mau harus kita taklukkan. Pemerintah harus memiliki rasa optimisme demi terciptanya dan tercapainya masyarakat yang kreatif dan inovatif. Korupsi yang sekian hari telah mengakar dalam tubuh pemerintahan negeri ini harus kita robohkan demi mewujudkan masyarakat yang kreatif.

Masyarakat kreatif akan terlaksana ketika pemerintah peduli tehadap kekayaan yang dimiliki tiap-tiap daerah. Salah satunya, seperti yang ada di daerah Bondol kecamatan Ngambon Bojonegoro. Disana, ada salah satu kerajinan yang bisa dikatakan kurang perhatian dari pemerintah. Sebut saja pelepah pisang sebagai kerajinan setengah jadi yang selama ini kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat. Kalau dilihat dari hasilnya, kerajinan tersebut cukup menjanjikan untuk di jadikan sebagai pendapatan daerah. Melihat dari kerajinan setengah jadi tersebut, ada pertanyaan yang cukup mendasar, yaitu, mengapa kerajinan tersebut nyaris tampa ada sentuhan dari pemerintah daerah atau pemerintah setempat (pemerintah kecamatan atau desa)? Dan pantaskah pemerintah memutus kreatifitas anak bangsa yang tampa kita sadari akan mampu mendongkrak terhadap perekonomian masyarakat sekitar?.

Sungguh ironis ketika kita semua mendengarkan beberapa pertanyaan diatas, tidak selayaknya pemerintah sebagai penampung seluruh keinginan rakyatnya membiarkan kekreatifitasan anak bangsa tampa ada yang merespon sedikit pun. Kerajinan yang ada di desa Bondol kecamatan Ngambon tersebut, nyaris tampa ada sebuah sentuhan hangat dari tangan pemerintah yang bersangkutan. Pemerintah hanya asyik dengan beberapa agenda yang hanya menguntungkan kelompoknya saja. Pemerintah tidak menyadari bahwa pemberdayaan masyarakat yang kreatif akan mampu membawa tiap-tiap daerahnya bisa di lihat oleh mata warga dunia.
Menyoal pelepah pisang di desa Bondol tersebut, akan lebih baik ketika ada sebuah solusi jitu dari pemerintah. Karena selama ini masyarakat desa Bondol telah mengalami sebuah kesulitan dalam memasarkan produk berupa pelepah pisang tersebut. Disamping itu, permasalahan yang sangat besar adalah menjadikan kerajinan setengah jadi dari pelepah pisang itu menjadi kerajinan yang mampu di lirik oleh para konsumen pasar. Sejatinya kerajinan itu lebih baik ketika sudah menjadi kerajinan yang bisa di pakai. Seperti, kerajinan berupa tas, asbak, dan lain-lainya yang semua itu memakai bahan dari pelepah pisang yang dihasilkan dari tangan-tangan kreatif masyarakat Bondol.

Dulu, menurut masyarakat setempat, dalam perjalanannya telah dilakukan sebuah kerjasama antara pihak perhutani dengan para pengrajin pelepah pisang untuk membuat berbagai barang kerajinan yang bahan-bahannya terbuat dari pelepah pisang. Namun, kegiatan tersebut tak ada titik temu demi memasarkan kerajinan itu. Pemerintah tidak melakukan tindak lanjut atau kegiatan jangka panjang dari pelatihan pada waktu itu. Sehingga pelatihan tersebut terbengkalai tampa arah tujuan yang jelas.
Maka, sekarang dengan melihat fakta dilapangan terhadap kerajinan setengah jadi itu, hemat dari penulis adalah, pertama, pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana demi mendidik masyarakat Bondol untuk menggali potensi lewat kerajinan pelepah pisang tersebut. Pendidikan itu bisa dilakukan dengan cara melakukan pelatihan yang bersifat jangka panjang. Dengan melakukan pendidikan dan memenuhi sarana dan prasarana tersebut, masyarakat Bondol kecamatan Ngambon kemungkinan akan menjadi salah satu pusat kerajinan dari kota Bojonegoro. Kedua, harus ada sebuah koperasi desa yang mampu menampung dan memasarkan produk-produk yang telah dihasilkan para tangan-tangan kreatifitas warga setempat. Maka dengan koperasi tersebut masyarakat akan terus berkarya dan optimis untuk memasarkan karya-karyanya yang terbuat dari pelepah pisang.

Nah, sebelum kerajinan itu menghilang dari masyarakat Ngambo Bojonegoro, sudah saatnya pemerintah melihat secara kolektif apa yang ada di sekitar masyarakatnya. Karena kerajinan setengah jadi dari pelepah pisang itu akan mampu memiliki daya tarik sendiri oleh para konsumen. Pemerintah jangan lagi sibuk dengan kelompoknya, tetapi sejatinya pemerintah bekerja demi mengentaskan kemiskinan masyarakat sekitar. Dengan kerajinan pelepah pisang di desa Bondol Bojonegoro tersebut, pemerintah punya peluang besar menciptakan dan memberdayakan masyarakat. Maka pemerintah setempat harus turun gunung demi mewujudkan pemberdayaan masyarakat yang kreatif, aktif dan inovatif, dan sekaligus melihat potensi apa yang ada di daerah masing-masing.


*) Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Pernah tugas KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Bondol Kecamatan Ngambon Bojonegoro.
Hp;085655082889.

Selasa, 30 November 2010

Gus Dur Mengakui Kecerdikan Orang Madura


Judul Buku      : Gus Dur Hanya Kalah Dengan Orang Madura
Penulis             : M. Mas’ud Adnan
Penerbit           : Harian Bangsa, Surabaya
Cetakan           : I, Februari 2010
Tebal               : vii +100 Halaman
Peresensi         : Moh. Anis Subaidi*

SIAPA yang tak kenal dengan sosok almarhum K.H. Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, dengan bicaranya yang santai, jenaka, dan ucapannya yang kontroversial sering kali terdengar. Seseorang mengenal Gus Dur dengan mbanyolan (Baca; humor), yang penuh kandungan makna setiap kali berdialog atau bicara santai. Hal ini tidak lain mbayolan atau humor di peroleh ketika dia masih berada di dalam dunia pesantren saat Gus Dur menimba ilmu agama. Humor, melucu dan menampilkan sisi kejenakaan hidup kita sehari-hari di dunia pesantren berkembang pesat. Humor merupakan bagian dari tradisi lisan di tengah kehidupan para santri dan kiai-kiai.
Seiring berjalannya waktu, yang di tandai dengan bertambahnya usia, secara kultural Gus Dur mengalami akulturasi. Namun jati diri kultur pesantren terus menjadi basis utama pemikiran dan tradisi keseharian Gus Dur, meski tokoh pemikir Islam inklusif ini hidup di tengah-tengah kultur metropolis, bahkan kosmopolis.
Unik, lucu sekaligus santai ketika bicara, mengantarkan sosok Gus Dur dikenal banyak kalangan, mulai dari petani, mahasiswa, bupati, camat sampai ke penjual tomat pun merasa tidak asing lagi ketika Gus Dur berada di suatu tempat atau media. Gus Dur layak di sebut sebagai bapak yang humoris. Hubungan antar agama, sekaligus antar sesama kiai, bahkan ketika sakitnya pun bisa di tanggapi dengan humor. Sebagai salah satu tokoh NU yang sangat humoris, Gus Dur -semasa hidupnya- selalu menyapa atau mengkritik sebuah pemerintahan dengan cara mbayol-nya, hal ini dikatakan Gus Dur bahwa humor sebagai sesuatu untuk mencairkan kondisi negeri yang penuh dengan ketegangan, penindasan bahkan sifat pemerintah yang otoriter.
Hidup memerlukan humor seperti tatanan dunia perlu demokrasi. Watak jenaka dan kekreatifan melahirkan humor merupakan elemen pembentuk energi budaya. Mungkin lebih khusus humor melahirkan sebuah pradigma yang kritis.
Bila di atas di sebutkan bahwa humor merupakan awal dari pradigma yang kritis, mungkin banyak hal yang bisa di jelaskan di dalam humornya Gus Dur. Misalnya, humor ”Anjing Clinton Menangis” dan “Menebak Usia Mumi” yang kerap kali kita dengar dari Gus Dur ketika bercerita kepada orang lain. Dari sinilah kita dapat sesuatu yang sangat mendalam sekali maknanya. Kalau di lihat dari humornya, mungkin orang mengasumsikan bahwa mbanyolan yang keluar dari tiap-tiap celotehan Gus Dur sungguh tak berguna, namun kalau kita pahami kembali secara mendalam dari humor yang bercerita tentang anjing Clinton menangis, ada sebuah relevansinya dengan tatanan negeri ini yang kurang bijak atau tak pernah bijak kepada rakyatnya.
Selain itu, Gus Dur memiliki sebuah humor yang agak menyentil Soeharto. Dimana, Gus Dur bercerita bahwa pada suatu hari Presiden Soeharto asyik memancing di sebuah sungai yang airnya mengalir sangat deras. Saking asyiknya memancing, pak Harto tidak sadar bahwa air itu meluap sehingga terjadi banjir besar, dan pak Harto pun jatuh ke dalam sungai,.kemudian dia hanyut. Hingga berada di suatu tempat oleh hanyutan air, ada seorang petani melihat peristiwa itu dengan sigap menolongnya. “Anda sangat berjasa besar telah menolong saya. Tahukah anda, siapa saya ini?” kata pak Harto kepada petani itu. Lalu orang itu menjawab dengan keluguannya, “saya tidak tahu. Kalau boleh tahu bapak ini siapa sebenarnya?” tanya petani itu. “Saya ini adalah Soeharto Presiden Republik Indonesia. Berhubung anda telah menolong nyawa saya, maka anda minta apa pun dari aku, akan saya turuti, dan anda pantas mendapatkan penghargaan yang sangat besar”.
Lantas apa jawaban yang keluar dari petani itu?, jawabnya kemudian adalah sebuah permintaan untuk tidak memberitahukan bahwa yang menolong Soeharto adalah petani tersebut. Ini sebuah humor yang menggambarkan bahwa betapa diktatornya presiden pada saat itu, sehingga untuk menolongnya pun orang merasa takut ketahuan. (Hal. 48)
Yang menarik lagi, ketangkasan dan kejeniusan Gus Dur selalu muncul, terutama saat kondisi dalam keadaan kritis. Lihat saja dalam humor berjudul kiai dan ikan. Gus Dur secara reflek dan tangkas mampu menguasai keadaan saat dia dan kedua santri yang lain tertangkap basah mencuri ikan milik kiainya. Kejeniusan humor Gus Dur juga terlihat cerdas  saat adu hebat dengan Presiden Perancis (Jacques Chirac) saat itu.
Namun ironisnya, kemudian Gus Dur harus mengakui kecerdikan orang Madura dalam humor berjudul Gus Dur kalah dengan orang Madura. Didalam humor ini orang Madura tertangkap mencuri ikan di perairan Malaysia, di suatu saat Gus Dur menyambangi orang Madura yang terlanjur di sel oleh pemerintah Malaysia. “Kenapa kamu mencuri ikan di perairan Malaysia?” Tanya Gus Dur. Kemudian orang Madura itu menjawab, “ lho, Gus, saya ini tak mencuri ikan milik pemerintah Malaysia. Ikan yang saya tangkap itu saya kejar dari perairan Madura”. Gus Dur sendiri menyatakan bahwa di dalam keluguan orang Madura tersimpan sebuah kecerdikan dan akal yang kreatif sehingga banyak memunculkan anekdot cerdas yang membuat orang terpikal-pikal. (Hal. 25)
            Maka menjadi penting kiranya buku tipis yang berjudul “Gus Dur Hanya Kalah Dengan Orang Madura” yang mempunyai ketebalan 100 halaman ini di baca oleh para penggemar anekdot atau lelucon dari almarhum Gus Dur. Buku ini mencoba membuka sebuah pradigma kritis lewat humor Gus Dur yang selama ini terkadang terabaikan. Namun, buku ini hanya sekedar kumpulan cerita lucu yang di ambil dari beberapa sahabat atau pengawal Gus Dur.
            Semoga pemikiran yang terangkum dalam buku humor Gus Dur ini selalu di serap oleh para pembaca, dan menjadikan sebuah pendidikan dan pendewasaan anak bangsa. Kita juga harus mengakui ini adalah salah satu karya dari tokoh Islam yang di akui dan di kagumi dunia Internasional. Selamat membaca.



*). Pengelola Forum Studi Ilmu Sosial dan Keagamaan (FOSISKA) IAIN Sunan Ampel Surabaya dan pired LPM Solidaritas IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Minggu, 28 November 2010

MENELADANI SUNNAH NABI

                              Judul Buku     : Baity Jannaty; Membangun Keluarga Sakinah
                              Penulis           : KH. M. Yusuf Chudlori
                              Penerbit         : Khalista, Surabaya
                              Cetakan         : I, Maret 2009
                              Tebal             : ix + 198 Halaman
                              Peresensi       : Moh. Anis Subaidi*

           KELUARGA merupakan suatu komunitas kecil dalam sebuah masyarakat, dan itu akan membawa perubahan terhadap masa depan sebuah Bangsa. Hampir dipastikan bahwa setiap keluarga mendambakan suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Namun terkadang untuk menuju kesana tidak mudah dan banyak kerikil-kerikil tajam yang harus dilalui.
           Terkadang, sewaktu-waktu merenung memang merasa senang dalam kesendirian, tetapi tidak untuk selamanya. Kita harus menyadari bahwa hubungan yang alami dan dekat dengan pihak lain akan membantu mendapatkan kekuatan dan lebih mampu menghadapi tantangan. Yang demikian itu terjadi karena adanya proses pernikahan, berkeluarga, bermasyarakat, sehingga menjadi bangsa besar. Itupun diperjelas dengan firman Allah, yang berbunyi: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (Adz-Dzariyat: 49).
        Semuanya menyadari bahwa manusia merupakan makhluk paling sempurna dan makhluk sosial yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai Khalifah di muka bumi ini. Kalau kita lebih memilih menyendiri misalnya, mungkinkah kehidupan ini dilanjutkan kegenerasi selanjutnya tanpa melakukan perkawinan? Dan hemat penulis, bahwa semua orang pasti menginginkan yang namanya perkawinan. Dari perkawinan itu semuanya menginginkan keluarga yang damai, sejuk, tentram dan lain sebagainya.
          Buku “Baity Jannaty; Membangun Keluarga Sakinah” yang di tulis oleh KH. M. Yusuf Chudlori merupakan suatu jawaban untuk pertanyaaan diatas, walaupun buku ini merupakan proses dari dakwah yang dilakukan beliau ketika mengisi dalam suatu acara di Studio Fast FM. Beliau melakukan kegiatan itu setiap Selasa malam dengan waktu 60 Menit, hal itu dilakukan karena ingin berbagi pengalaman atau sharing bareng tentang cara yang baik mencari jodoh, merawat anak, sampai dengan permasalahan sosial kemasyarakatan.
          Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai hak dan kewajiban di muka bumi, hak dan kewajiban itupun harus kita jalankan sebagaimana Rasulullah SAW. Melakukannya, diantaranya adalah pernikahan, karena dalam hadist telah dijelaskan bahwa ”Barang siapa yang telah mampu untuk menikah, maka hendaknya mereka melakukannya karena dengan menikah itu seseorang akan terjaga kehormatannya dan apabila tidak mampu untuk melaksanakan maka puasa adalah jalan untuk menjaga keprisaiannya” (Hadist).
          Selain itu pula, kita juga diharuskan untuk menjaga hubungan yang telah di ikrarkan dan kita dituntut untuk saling me-manage keberadaan dua potensi yang sama-sama kuat mempengaruhi kehidupan, karena lemahnya hati untuk mendekatkan diri pada Allah adalah kesempatan Iblis untuk memenangkan hawa nafsu, dan dari hawa nafsu tersebut Iblis melakukan penghancuran antara keduanya.
          Penulis juga mengemukakan dalam bukunya bahwa pernikahan bukan hanya untuk kemaslahatan dunia, di samping untuk kebahagiaan akhirat juga keharusan bagi kaum yang sudah mampu baik Jasmani maupun Rohani. Hubungan suami-istri akan menjadi surga dunia dan akhirat apabila terjadi hubungan yang Sinergis, yaitu keseimbangan membagi hak dan kewajiban antara suami, istri, dan anak. Sedangkan hikmah dan tujuan dari sebuah perkawinan juga akan muncul apabila keduanya memahami dan dapat mengatur tugasnya masing-masing. Konflik dalam keluarga merupakan salah satu bumbu dalam mengarungi bahtera kehidupan sebagai suami istri, maka menjadi mustahil apabila dalam sebuah keluarga tidak ada sebuah konflik.
          Tak hanya itu, pada dasarnya hubungan dalam bersenggama dalam pernikahan itu hukumnya mubah (boleh). Ini berdasarkan pada hukum nikah yang memperbolehkan hubungan seksual, dan itupun dikatakan mempunyai nilai pahala ibadah yang tidak sedikit bahkan dikatakan ibadah yang nikmat dan akan di bawa sampai ke alam surga. Dan Islam memandangnya sebagai suatu yang suci dan sangatlah bedosa besar apabila hal itu di lakukan dengan cara tidak halal (zina).
        Buku ini juga menjelaskan bagaimana cara dan waktu yang tepat melakukan hubungan (bersenggama) suami-istri. Misalnya harus dalam keadaan tenang (tidak ada paksaan), dan jauh dari hal-hal yang di larang Allah, serta melihat waktu dan tempat. Sedangkan waktu yang sangat diistimewakan menurut Imam Safie’i dalam melakukan senggama yaitu malam Senin, malam Kamis, dan malam Juma’at. Dan hendaknya hindari hal yang mengakibatkan bersenggama menjadi makruh seperti masuknya Solat Fardhu, menjelang waktu Dhuhur, akhir waktu Zhuhur, akhir waktu Ashar, atau waktu di antara Sholat Maghrib dan Isha’. Dan hindari pula ketika terjadi keramaian (berkumpulnya sanak famili).
         Menjadi penting kiranya buku yang tebal 198 halaman ini untuk menjadi santapan awal dalam menjalani hidup baru sekaligus menjadi pedoman hidup dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah sebagaiamana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Selamat membaca……!!!


*). Pengelola Forum Studi Ilmu Sosial dan Keagamaan (FOSISKA) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pimred LPM Solidaritas IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Jumat, 26 November 2010

Jembatan Suramadu; Antara Solusi dan Eksploitasi


Banyak kalangan baik itu pakar ekonomi, budayawan, pakar politik ataupun masyarakat sipil mengasumsikan bahwa akan ada suatu perubahan besar terhadap fisik atupun kondisi masyarakat Madura pasca dioperasikannya jembatan yang menghubungkan antara Surabaya dengan Madura ini.
Pulau Madura memiliki kekayaan alam yang sangat besar, lebih besar dari yang dipikirkan Orang Madura. Pulau yang memiliki luas 4.887 kilometer persegi atau sekitar 10 persen dari total luas Jatim, memiliki sumber alam yang melimpah. emas hitam (minyak bumi), gas, phosphat (bahan baku pupuk) membentang dari pantai utara sampai pantai selatan, dari Pulau Sapeken (Pulau paling timur di Madura) sampai perairan di Barat Kabupaten Bangkalan.
Disamping itu, pulau kecil tersebut kaya sumber daya yang lain. Garam, tembakau, dan perikanan menjadi lahan menyambung hidup bagi masyarakatnya. Dan di sisi lain kerrapen sapeh maupun sapeh sonu’ menjadi simbol tradisi yang tiada-duanya. Masyarakat Madura tergolong pada masyarakat maritim. Tekun dan ulet menjadi karakter umum bagi mayoritas penduduk pulau ini. Selain itu Pulau Madura memiliki kultur agamis yang kuat. Kekuatan kultur tersebut didukung oleh adanya peran kiai dan pesantren yang telah menjamur di tengah-tengah masyarakat. Selain potensi kekayaan alam atau kultur, Madura memiliki potensi agrobisnis berupa pete dan cabai jamu yang pangsa pasarnya sangat luas di dalam negeri maupun untuk ekspor. "Cabai jamu asal Madura ini sudah menembus pasar ekspor India dan Kanada.
Sebagai jembatan yang menghubungkan antara dua pulau, sesungguhnya jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) merupakan jembatan yang kedua di Indonesia setelah jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) yang selesai dibangun pada tahun 1997 yang lalu. Dan menjadikan Batam sebagai pulau pertama yang digagas sebagai Batam Trade Centre. Dengan hadirnya jembatan Suramadu yang mempunyai panjang sekitar 5.4 kilometer ini akan mampu mendongkrak terhadap denyut nadi perekonomian wilayah Madura yang selama ini dikenal sebagai pulau yang tertinggal dan masyrakat yang primitif, terisolasi dari geografis-sosial dan sebagian besar masyarakatnya menyambung hidupnya di luar pulau garam. Pertanyaannya sekarang, Benarkah jembatan suramadu nantinya akan membawa perubahan terhadap masyarakat Madura khususnya dalam dunia perekonomian? Dan apakah jembatan Suramadu akan dijadikan sebagai sarana untuk mengeksploitasi terhadap kekayaan alam yang tidak berpihak pada masyarakat Madura?.
Kita tahu bahwa dalam perjalanan pembangunan jembatan Suramadu sempat menemui kendala dana. Terhambatnya pencairan dana menyebabkan pembangunan approach bridge atau jembatan pendekat sisi Surabaya sepanjang 672 sempat tersendat, dan akhirnya pemprov Jatim menalang 50 persen dari Bank Jatim, hal itu dikarenakan dana yang dari Bank Exim Of China sebesar 68.9 Juta dolar belum cair (Kompas/9/6/09).
Perlu kita ketahui juga, bahwa dalam pembangunan jembatan sepanjang 5.4 kilometer ini telah menghabiskan biaya sebesar 4.5 trilliun. Dalam pembangunan inipun biaya 55 persen telah di sumbangkan dari pemerintah dan 45 persennya di peroleh dari pinjaman negara Cina. Maka dari total pembangunan jembatan Suramadu yang menghabiskan biaya sebesar 4.5 trilliun tersebut, sekitar 2.1 trilliun diantaranya dari pembangunan jembatan harus berutang terhadap negara Tirai Bambu. Tetapi dibalik itu semua, kita juga patut untuk berbangga hati karena proses pembangunan jembatan tersebut telah dilakukan dengan kerja keras dan kerja cerdas oleh putra terbaik negeri ini.
Intinya sekarang, kalau menurut benak penulis harus ada suatu job diskription yang jelas terhadap pengelolaan Suramadu, yang khusus di tekankan pada kesejahteraan masyrakat Madura nantinya. Karena selama ini yang kita tahu bahwa pengelolaan di tanggani oleh pihak jasa marga. Agar tidak ada suatu yang di rugikan, baik itu pemerintah daerah, pemerintah pusat ataupun pihak Cina sebagai peminjam dana dari pembangunan Suramadu, alangkah baiknya Undang-undang yang sekarang lagi diproses secepatnya dapat terselesaikan agar pengelolaan terhadap suramadu tidak carut marut, Artinya bahwa visi dari adanya jembatan Suramadu adalah membangkitkan terhadap perekonomian Madura, bukan untuk melakukan sebuah pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran di Madura.
Apalagi menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan kabupaten di Madura sangat kecil dibanding di daerah lain di Jawa. Secara keseluruhan tidak ada yang mencapai sepuluh persen dari APBD yang dibuat. Tahun 2007, PAD Kabupaten Bangkalan misalnya hanya Rp 26,74 miliar sedangkan APBD-nya Rp 486,44 miliar. Sampang menghasilkan Rp 18,459 miliar dengan APBD Rp 397,53 miliar. Pamekasan memiliki PAD Rp 28 miliar dengan APBD Rp 445,86 miliar. Sedangkan Sumenep mempunyai PAD Rp 31,52 miliar dengan APBD Rp 544,24 miliar.
Semoga dengan adanya pemanfaatan kekayaan alam, flora dan fauna, perikanan, pertanian dan periwisata, ke depan (pasca pengoperasian suramadu) masyarakat Madura dapat bangkit. Dan semoga orang Madura bisa menjadi tuan (majikan) yang baik di daerahnya sendiri. Dengan kekayaan tersebut, orang Madura bisa membangun perekonomiannya sendiri tampa meminimalisir kebudayaan yang sudah ada, serta bisa membangun sarana dan prasarana pendidikan, infrastruktur dengan tetap mempertahankan nilai-nilai agama dan kearifan lokal masyarakat Madura. Semoga......!!!




*). Pengelola Forum Studi Ilmu Sosial dan Keagamaan (FOSISKA) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pimred LPM Solidaritas IAIN Sunan Ampel Surabaya.
 
Tulisan ini telah di muat di Rubrik Citizen Jurnalize SURABAYA POST pada Hari Kamis tanggal 11 Agustus 2009.